Saturday, August 23, 2014

HORAS ! SEPUTAR DAN BERPUTAR-PUTAR DI JALAN RAJA ALANG,KAJANG,SEL.

YBERPUTAR-BERPUTAR DI DUA BATANG JALAN YANG SAMA-SAMA DINAMAI JALAN RAJA ALANG

(I)
Sejauh yang dapat dipastikan di Daerah Hulu Langat, Selangor D.E dan Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur terdapat dua batang jalan yang dinamai Jalan Raja Alang/Allang dengan maksud mengekalkan nama dan memori pemuka komunitas Mandailing di Kajang, Raja Alang bin Raja Brayun (Borayun?), hartawan dan dermawan yang terkemuka di Daerah Hulu Langat dan Kuala Lumpur sekitar pertengahan abad ke-20.

(II)
Mujurlah memori Raja Alang di Kuala Lumpur masih dihormati dan nama jalan yang mendukung namanya semenjak 1950-an masih ujud. Sebaliknya nama Jalan Raja Alang di Pekan Kajang kini dihapuskan. Ditempelkan nama Cempaka Putih pada jalan yang telah ujud puluhan tahun itu. Barangkali bunga yang semerbak harum itu menyebar di Kajang dan merupakan kebanggaan warga setempat di samping sate Kajang yang terkenal itu. Andai demikianlah adanya, tepatlah tindakan menghapuskan nama Raja Alang dengan sewenang-wenang daripada peta Bandar Kajang. Tanpa disadari pula turut hapus, sirna dan dipurukkan sekelumit riwayat masyarakat atau kumunitas Mandailing yang erat pertaliannya dengan Bandar Kajang.

(III)
Sewaktu Perang Padri (1816-1833) berkecamuk di Sumatra, angkatan Minangkabau menyerbu Mandailing-Natal, kampung halaman bangsa Mandailing. Di mana-mana saja berlaku penjarahan dan kerusakan harta benda. Pihak kolonial Belanda melancarkan pula sistem eksploitasi ekonomi yang menyebabkan rakyat lebih melarat, sengsara dan miskin-papa.

Lantaran situasi yang tidak lagi dapat menjamin kelangsungan hidup, mereka terpaksa pindah secara besar-besaran ke Malaysia Barat kini atau Selangor khususnya yang disebut mereka sebagai "Kolang". Perpindahan massal mereka itu dalam abad 19 merupakan pola migrasi yang mendekati proporsi exodus.

Orang Mandailing yang sampai di Selangor (Kolang) mendirikan pemukiman , "mamungka huta", mengikut istilah mereka di pedalaman negeri Selangor. Bahagian pesisirnya, yang telah didiami oleh etnik Nusantara yang lain, sedapat-dapatnya dihindari. Perbukitan dan lembah yang menghijau, cuaca yang sejuk menyegarkan seperti di Luat Mandailing, keadaaan yang aman di pedalaman merupakan salah satu faktor yang menarik mereka tinggal di tempat yang jauh dari pesisir. Salah satu pemukiman keturunan suku Mandailing di pedalaman terdapat seputar Kajang.  Pemukiman ini tekenal dengan nama Sg Kantan yang mungkin berupa kependekan  Pakantan,suatu huta Mandailing hampir Kotanopan di Mandailing Julu dan yang warganya mayoritas Marga Lubis. Dulu "Recko " merupkan satu lagi pemukimannya Mandailing seputar Kajang (kini Reko) .Raja Borayun ,Pendiri Kajang,pada suatu waktu,pernah menjadikan   "Recko"basis ataupun bentengnya di pinggir Batang/Sungai Langat.Di sini telah bermukim  warga imigran Mandailing yang substansial sekitar pertengahan abad 19 dahulu.

Di Daerah Hulu Langat, yang terletak di pedalaman Negeri Selangor,terdapat kesatuan masyarakat atau komunitas turunan Mandailing di lokasi  yang lain seperti Batu 14, Jalan Cheras, Kajang, Kampung Bukit (sekitar Stesen Kereta Api yang lama dan Sun Cinema; kedua-duanya tidak ujud lagi) dan "Recko". Terdapat pula keturunan Mandaling di Sg. Lalang, Semenyih dan Beranang yang mungkin dibuka oleh Raja Bernang, pembesar masyarakat Mandailing di Ampang.

(IV)
Pada umumnya turunan Mandailing marga Nasution dan Lubis tinggal di seputar Bandar Kajang, di samping marga Harahap dan Siregar (*Serigar). Masyarakat Mandailing itu dipimpin oleh Raja Borayun putera Mangaraja Tinating ,marga Nasution ,asal Pidoli Lombang, Mandailing Julu. Salah seorang cucu-cicitnya, Raja Ayub putra Raja Harun putra Raja Hidayat putera Raja Borayun menetap di rumah pusaka yang dibina Raja Harun di Lot 6747, Batu 14, Jalan Cheras, 43000 Kajang. Pusara Encik Nyonya Cantik, isteri Raja Borayun,ompung godang Raja Ayub,terdapat di Perkuburan Islam, Batu 14, Kajang.

(V)
Seperti dicatat sebelumnya, Raja Borayun merupakan namora atau raja Mandailing yang menjadi pimpinan komunitas Mandailing di Kajang dalam abad 19. Beliau dianugerahi gelar Tengku Panglima Besar oleh Sultan Abdul Samad yang mulai bersemayam di atas takhta Selangor pada tahun 1857.Raja Mandailing ini, turunan Mangaraja Saoloon Pidoli Lombang , merupakan pemain yang cukup penting di atas panggung politik Negeri Selangor dalam abad 19.

Besar kemungkinan, Raja Borayun sudah menetap di Kolang/Selangor sebelum Sutan Puasa (Sutan Na Poso) sampai di Kolang dari Tobang, Mandailing Julu kira-kira dalam tahun 1830-an. Kemungkinan juga seorang tokoh Mandailing yang lain, Ja Marabun Rangkuti (Bendahara Raja gelar Melayunya) mendampinginya dalam perjalanan ke Kolang. Bendahara Raja ternyata pertama kali menetap di Selangor sewaktu Sultan Muhammad bersemayam (1826-1857) (A.R. Lubis)

Menjelang tahun 1848, Raja Borayun berhasil menjalin hubungan yang rapat dengan pembesar-pembesar Bugis yang berpengaruh di istana Selangor. Dalam pada itu beliau berhasil menggalang angkatan hulu-balangnya yang merupakan kesatuan kombatan yang kuat. Menyadari posisinya yang bertambah kuat itu, pada tahun 1848 Raja Borayun menyerang Sg. Ujong (Seremban) sebab Dato Klana Sendeng tidak membayar "duit nyawa" (blood money) sejumlah $400 atas terbunuhnya seorang anak buahnya. Tentu saja masuk akal serangan itu diatur dan dilancarkan dari "Recko", pangkalan dan pemukiman Mandailing di Selatan Kajang yang tidak jauh dari Seremban.

(VI)
Kuasa dan wibawa Raja Borayun makin terkonsolidasi setelah beliau berhasil memukul mundur angkatan yang bakal menyerangnya di "Recko" tanpa tempur berkuah darah. Awalnya Raja Borayun dimurkai Sultan Muhammad sebab menjalin persahabatan yang akrab dengan Abdul Samad, keponakan dan menantu Sultan. Lantaran tidak menghiraukan kemurkaan Sultan, beliau menghadapi serangan angkatan Istana Selangor yang kiranya akan menghabisinya sama sekali.

Angkatan istana sejumlah 500 buah perahu digalang di Kajang. Raja Borayun yang berada di "Recko" akan diserang dari sungai. Mujurlah Strategi Raja Borayun berhasil mematahkan serangan yang berbahaya dan mematikan itu.Kombatan Mandailing yang heroik sejumlah 300 orang menebang pohon kayu dan merintangkannya di tengah sungai. Apabila perahu yang membawa angkatan penyerang terbentur di tengah sungai, mereka akan diamuki dan dibantai semuanya. Menyadari peristiwa pembantaian berkuah darah yang bakal menimpa, para penyerang puntang-panting mendayung perahu kembali ke Kajang.

(VII)
Setelah peristiwa serangan yang meleset itu, kuasa, pengaruh dan wibawa Raja Borayun meningkat terus. Hal ini terbukti sewaktu Sultan Muhammad sedang gering.Raja Borayun bertindak dengan cepat dan tegas mengatasi soal suksesi tahta Negeri Selangor. Beliau dan Tuanku Panglima Raja, yang dikenali juga sebagai Raja Berkat Rhio, berziarah kepada Sultan. Di sisi pembaringan baginda, diminum mereka "ayer sumpah" dan dilantik Abdul Samad ,sahabat akrab Raja Borayun untuk bersemayam di tahta (menurut Prof. Emeritus Khoo Kay Kim, keturunan Sultan Abdul Samad masih bersemayam sampai kini semenjak tahun 1857 - NST/Heritage: 30/06/2003)

(VIII)
Apabila Perang Selangor/"Kolang" (1867-1873) berakhir,gabungan angkatan Raja Mahadi  dan raja raja Mandailing seperti Raja Asal, Raja Bilah, Sutan Puasa diusir dari Selangor atas perintah Sultan Abdul Samad yang mendapat bantuan padu daripada golongan feodalis Melayu,kapitalis Cina  dan  imperialis Inggeris yang menjadi dalang. Orang Mandailing dianggap persona non grata di Selangor. Mereka mesti dihapuskan atau dilikwidasi dan harta benda mereka disita. Tugas itu diserahkan kepada Tengku Kudin, putera raja dari Kedah yang mendapat bantuan daripada pihak yang akhirnya memusuhi orang Mandailing seperti orang Melayu Kedah, orang Melayu Pahang, orang Minangkabau dan Yap Ah Loy.

Orang Mandailing mengungsi lagi seperti waktu Perang Padri di Sumatra dahulu. Mereka menjadi orang buruan di Selangor dan berkemungkinan berdepan dengan bahaya genosida . Justru, mereka "went underground". Identitas etnik mereka seperti nama sebagai orang Mandailing, nama marga, simbol yang amat penting buat mereka dan bahasa dipendam sebab takut dicap sebagai "orang dagang" yang sekaligus musuh.

(IX)
Tidak tahu pasti apakah Raja Borayun ikut dipandang serong oleh bangsawan Selangor ataupun tidak. Tentunya beliau ikut terlibat, seperti "namora" yang lain, dalam Perang Selangor. Tetapi Sultan Abdul Samad ternyata masih menyimpan perasaan silaturahmi terhadap Raja Borayun. Beliau meninggal dunia barangkali setelah perang berakhir dan pada mulanya dimakamkan di Bukit Malawati.Kemudian makamnya dipindahkan ke Jugra.

Raja Borayun meninggalkan seorang putera, Raja Alang yang menetap di Kajang sebelum pindah mendirikan kediaman baru di Jalan Raja Laut, Kuala Lumpur. Beliau dianugerahi tanah yang luas di Kuala Langat dan Hulu Langat oleh Sultan Abdul Samad sebagai mengenang jasa Raja Brayun, ayahandanya (UM S2 07/04/2012). Dengan demikian beliau menjadi orang Mandailing/Melayu yang terkaya seantero Selangor pada waktu itu. Menurut suatu sumber, beliau bertindak sebagai wakil baginda Sultan di Hulu Langat.

Raja Allang mengusahakan tanahnya, terutama yang di Balakong, Cheras, menjadi perkebunan getah yang luas, Raja Alang Estate namanya. Mangkuk getahnya terbuat daripada porselin putih yang bahagian luarnya dicap nama perkebunan yang amat terkenal di Kajang itu. Puluhan karyawan perkebunan itu terdiri daripada berbagai-bagai golongan etnik.

Sebagai dermawan Mandailing yang kuat-taat memegang agama Islam, Raja Allang sering bersadakah dan mewakafkan tanah untuk mesjid seperti yang dilakukannya di Beranang. Mesjid Raja Allang yang dibinanya itu masih berdiri teguh, aseli dan hebat.

Seperti Raja Hj. Muhammad Ya'qub putera Raja Bilah, namora Mandailing di Perak, Raja Allang memberikan perhatian yang besar terhadap riwayat orang Mandailing di belah sini Selat Melaka. Beliau pernah diwawancarai oleh J.C. Pasqual, sejarawan alternatif, yang banyak mencatat mengenai hal-ihwal orang Mandailing di Selangor. Dalam wawancara itu, Raja Allang memberikan input yang banyak mengenai keterlibatan orang Mandailing dalam Perang Rao (1848) di Pahang dan rangkaian peristiwa seputar soal suksesi tahta di Selangor pada tahun 1857.

(X)
Orang Mandailing di "Kolang" dan di perantauan amat sadar akan kepentingan pendidikan semenjak Willem Iskandar (1840-1876) pejuang pendidikan mereka mendirikan sekolah di Mandailing - Natal. Demikian juga Raja Allang sebagai namora berasa bertanggungjawab pula membantu usaha mendirikan sekolah buat anak-anak masyarakat setempat di Kajang. Maka beliau bersama-sama tokoh-tokoh yang berpengaruh seperti Towke Ng Bow Tai dan Tauke Low Ti Kok dan yang lain-lain meminta pihak Inggeris mengadakan sebuah sekolah berbahasa Inggeris di Kajang. Sebagai hasil usaha mereka itu berdirilah Kajang Government English School yang biasa-biasa saja tanggal 1 April 1919. Sekolah ini bertukar menjadi Kajang High School - kini Sekolah Menengah Tinggi Kajang.

Mengikut catatan yang dibuat oleh E.C.H Wolff, Director of Education, FMS, pada tahun 1922 dalam School Log antara murid-murid Kajang Government English School adalah "so many Malay boys". Raja Muhammad, putera Raja Allang pasti tergolong dalam kelompok murid Melayu itu. Selepas berhenti sekolah, Kajang High School mengangkat beliau menjadi Patron Raja Muhammad House. Beliau pernah pula diangkat oleh Sultan sebagai Engku Orang Kaya Maha Bijaya Kuala Lumpur.

Perlu disebut bahwa alumni sekolah tersebut telah memainkan peran yang penting sebagai pegawai-pegawai tinggi Negara Malaya dan sebagai sarjana. Seorang alumnus, Abdul Aziz bin Abdul Majid, marga Lubis dan ayahnya berasal dari Tamiang, Mandailing Julu merupakan pegawai tinggi negara yang efisien dan berpengalaman luas. Beliau dilantik sebagai Setiausaha Tetap, Jabatan Perdana Menteri yang pertama sesudah Malaysia mencapai kemerdekaan.

Seorang akademisi dari Kajang High School yang mempunyai status internasional ialah Prof. Emeritus Dr. Abdul Latif, marga Harahap. Mikrobiolog ini melakukan riset untuk menghasilkan vaksin New Castle Disease dan Avian Flu. Risetnya mengenai Avian Flu meraih anugerah Brohult Award dari negara Swedia/Sweden. Pernah pula menjadi Professor Tamu di Massachusettes Institute of Technology (2000-2002).

Sebagai penutup, setelah berputar-putar di kedua batang jalan yang disebut di atas, dengan ini disarankan dengan sesungguhnya ditatahkan nama Raja Alang kembali pada sebatang jalan yang "hilang" lantaran kurangnya rasa sejarah setempat. Kini Jalan Raja Allang yang bakal dihidupkan kembali itu sewajarnya merentang dari Jalan Timur ke simpangnya di Jalan Semenyih dengan melewati Bangunan Majelis Perbandaran Kajang dan Kompleks Mahkamah Kajang, sesuai dengan martabat dan pamor tokoh Mandailing / Melayu Kajang itu. Alangkah baiknya mendapat bantuan pula dari Halaq Mandailing Malaysia dalam usaha ke arah maksud ini.


Haji Hanafiah Kamal Bahrin Lubis
KHS CLASS 1956
Narasumber pertama dan utama
Abdur-Razzaq Lubis &
Khoo Salma Nasution - Raja Bilah and the Mandailings in Perak: 1875-1911 MBRAS 2003

Abdur-Razzaq Lubis - HORAS MANDAILING WEBSITE


Narasumber yang lain
Utusan Malaysia S2 07/04/2012
dan lain-lain

No comments:

Post a Comment